Minggu, 23 Oktober 2016

Makalah Sejarah Kebidanan

DAFTAR ISI


Kata pengantar ......................................................................................................i

Daftar isi ..............................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan
A. Latar belakang..................................................................................................4
B. Rumusan masalah............................................................................................4
C. Tujuan dan Manfaat.........................................................................................4

Bab II Pembahasan
A. Sejarah ICM.....................................................................................................5
B. Sejarah IBI.......................................................................................................6
C. Sejarah Kebidanan di Luar Negeri...................................................................9
D. Peraturan Perundang-undangan tentang Kebidanan menurut Kementrian Kesehatan............................................................................................................12

Bab III Penutup
A. Kesimpulan....................................................................................................27 
B. Saran..............................................................................................................27

Daftar Pustaka









BAB  I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penulisan makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas dari Ibu Herlyssa, S.Kep, SST, Ners, MKM sebagai dosen pengampu  mata kuliah Konsep Kebidanan. Dengan dibuatnya makalah ini, bertujuan untuk menjelaskan sejarah perkembangan kebidanan dan berisikan tentang penjelasannya.
Bidan merupakan profesi keahlian yang dimiliki oleh seorang wanita untuk menemani dan menolong persalinan disebut “midwife” yang artinya “bersama wanita”. Awal perkembangan pelayanan kebidanan dimulai di Yunani oleh Hipocrates (640-370 SM) (Purwandari,2006:12).
Dengan terselesaiknannya penulisan makalah ini, diharapkan mahasiswa dan para pembaca dapat mengetahui bagaimana sejarah kebidanan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan ICM (International Confederation of Midwives)?
2. Bagaimana sejarah perkembangan IBI (Ikatan Bidan Indonesia)?
3. Bagaimana sejarah perkembangan kebidanan di luar negeri?
4. Apa saja peraturan perundang-undangan tentang kebidanan menurut kemenkes?

C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan sejarah kebidanan
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui sejarah dan perkembangannya
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang hukum yang mengatur kebidanan
D. Manfaat
1. Untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai sejarah perkembangan kebidanan.
2. Sebagai perbandingan antara perkembangan pelayanan kebidanan di luar negeri dan perkembangan pelayanan kebidanan di dalam negeri beserta organisasi bidan nasional dan internasional







BAB II
PEMBAHASAN


A. Sejarah ICM (International Confederation of Midwives)
a. Sejarah Singkat
Di tahun 2019 ICM merayakan 100 tahun sejak pertemuan pertama tercatat di Belgia pada 1919, setahun setelah perang dunia pertama berakhir.
Hal ini diketahui bahwa bidan telah melakukan upaya untuk memenuhi internasional selama lebih dari 100 tahun. Ada catatan dari konferensi midwives' diadakan di Berlin, Jerman, pada tahun 1900, ketika lebih dari 1.000 bidan hadir. Sangat mengesankan mengingat pada saat itu tidak ada telepon, komputer, kartu kredit atau pesawat terbang, dan itu tidak mudah atau bahkan diterima bagi perempuan untuk bepergian sendiri. Pada tahun 1919, sekelompok bidan Eropa, berpusat di Antwerp, Belgia, didirikan awal pertama apa yang menjadi Konfederasi Internasional Bidan. Pada saat ini, banyak negara telah memiliki asosiasi nasional bidan; komunikasi antara mereka meningkat dan serangkaian pertemuan rutin diluncurkan.
Selama tahun 1930-an dan 1940-an, perjalanan dan komunikasi di Eropa terganggu oleh perang dan kerusuhan. Sayangnya, catatan rinci dari pertemuan midwives' sebelumnya dan dokumen hancur.
Tidak jelas bahwa setiap Kongres adalah tiga tahunan: buku RCM UK 'Behind the Blue Door' menunjukkan bahwa Kongres Tahunan ke-6 Bidan International Union diadakan di London pada tahun 1934. Tentu saja ada Kongres dari akhir 1920-an dan catatan ini akan menyarankan Kongres pertama di 1928-1929. Pada 1934 Kongres, 309 anggota hadir dari 10 negara dan 5 negara lain mengirim perwakilan termasuk India dan China. Pelindung dari 1934 Kongres HRH Duchess of York, kemudian menjadi Ratu dan kemudian Ibu Ratu.
Setelah akhir perang dunia kedua pada tahun 1945, Bidan Swedia menghubungi bidan UK untuk melihat apakah mereka bisa menghidupkan kembali sebelum perang pengelompokan internasional. Pada tahun 1949 sebuah pertemuan internasional diadakan di London yang dihadiri oleh delapan negara Eropa. Selama lima tahun ke depan mereka merencanakan Kongres dan 1954 Kongres ini dihadiri oleh 800 bidan dari 46 negara. 
Ada tiga tahunan Kongres sejak itu. Sebagai hasil dari Kongres, nama'International Konfederasi Midwives' diputuskan dan didirikan pada tahun 1955 menggantikan mantan Bidan International Union. HQ didirikan di London dengan asisten sekretaris RCM ini Marjorie Bays sebagai sekretaris eksekutif pertama ICM ini.

b. Kantor pusat
Dewan ICM memutuskan pada tahun 1999 untuk memindahkan lokasi kantor pusat dari London ke Den Haag, di Belanda dan telah ada sejak. staf permanen markas 'telah meningkat dari pengangkatan pada tahun 1987 dari satu paruh waktu sekretaris eksekutif, untuk kelompok yang lebih besar ini termasuk Chief Executive, Technical Bidan Advisors, Manajer Komunikasi, Koordinator Proyek dan staf administrasi lainnya.

c. Dewan ICM
Dewan bertemu secara penuh setiap tiga tahun segera sebelum Kongres selama empat hari. Setiap Ikatan Bidan, terlepas dari ukuran, mengirimkan dua delegasi voting untuk Kongres. Kekuatan maksimum Dewan adalah 2 x setiap Asosiasi Bidan. Delegasi debat dan membahas kebijakan dan memperbarui inti dokumen untuk Laporan misalnya Posisi, Pedoman, dan Standar Kebidanan. Mereka memberikan arahan strategis untuk ICM. Mereka meninjau laporan keuangan dan laporan. Dewan untuk tiga tahun kedepan ditunjuk. Dewan juga mendengar presentasi dari tiga Bidan terpilih Asosiasi (negara) dan orang di negara Kongres selama 6 tahun maka.

d. Triennial Kongres
ICM Kongres telah menjadi utama, fokus reguler untuk bisnis global bidan, profesional dan pertemuan ilmiah. Selain itu, pertemuan regional dan konferensi yang sering diadakan di tahun-tahun antara Kongres. Tempat untuk setiap Kongres memutuskan enam tahun ke depan, dan acara ini diselenggarakan oleh ICM dan salah satu Bidan nya Asosiasi. Tempat selama 50 tahun terakhir ini antara Yerusalem, Kobe, Manila, Santiago, Sydney, Vancouver dan Washington, serta berbagai kota-kota Eropa.

B. Sejarah Kebidanan IBI (Ikatan Bidan Indonesia)
Dalam sejarah Bidan Indonesia menyebutkan bahwa tanggal 24 Juni 1951 dipandang sebagai hari jadi IBI. Pengukuhan hari lahirnya IBI tersebut didasarkan atas hasil konferensi bidan pertama yang diselenggarakan di Jakarta 24 Juni 1951, yang merupakan prakarsa bidan-bidan senior yang berdomisili di Jakarta.
Konferensi bidan pertama tersebut telah berhasil meletakkan landasan yang kuat serta arah yang benar bagi perjuangan bidan selanjutnya, yaitu mendirikan sebuah organisasi profesi bernama Ikatan Bidan Indonesia (IBI), berbentuk kesatuan, bersifat Nasional, berazaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada konferensi IBI tersebut juga dirumuskan tujuan IBI, yaitu:
a. Menggalang persatuan dan persaudaraan antar sesama bidan serta kaum wanita pada umumnya, dalam rangka memperkokoh persatuan bangsa.
b. Membina pengetahuan dan keterampilan anggota dalam profesi kebidanan, khususnya dalam pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta kesejahteraan keluarga.
c. Membantu pemerintah dalam pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
d. Meningkatkan martabat dan kedudukan bidan dalam masyarakat.
Dengan landasan dan arah tersebut, dari tahun ke tahun IBI terus berkembang dengan hasil-hasil perjuangannya yang semakin nyata dan telah dapat dirasakan manfaatnya baik oleh masyarakat maupun pemerintah sendiri.
Adapun tokoh-tokoh yang tercatat sebagai pemrakarsa konferensi tersebut adalah: Ibu Selo Soemardjan, Ibu Fatimah, Ibu Sri Mulyani, Ibu Salikun, Ibu Sukaesih, Ibu Ipah dan Ibu S. Margua, yang selanjutnya memproklamirkan IBI sebagai satu-satunya organisasi resmi bagi para bidan Indonesia. Dan hasil-hasil terpenting dari konferensi pertama bidan seluruh Indonesia tahun 1951 tersebut adalah:
a. Sepakat membentuk organisasi Ikatan Bidan Indonesia, sebagai satu-satunya organisasi yang merupakan wadah persatuan & kesatuan Bidan Indonesia.
b. Pengurus Besar IBI berkedudukan di Jakarta.
c. Di daerah-daerah dibentuk cabang dan ranting. Dengan demikian organisasi/perkumpulan yang bersifat lokal yang ada sebelum konferensi ini semuanya membaurkan diri dan selanjutnya bidan-bidan yang berada di daerah-daerah menjadi anggota cabang-cabang dan ranting dari IBI.
Musyawarah menetapkan Pengurus Besar IBI dengan susunan sebagai berikut:
Ketua I : Ibu Fatimah Muin
Ketua II : Ibu Sukarno
Penulis I : Ibu Selo Soemardjan
Penulis II : Ibu Rupingatun
Bendahara : Ibu Salikun
Tiga tahun setelah konferensi, tepatnya pada tanggal 15 Oktober 1954, IBI diakui sah sebagai organisasi yang berbadan hukum dan tertera dalam Lembaga Negara nomor: J.A.5/927 (Departemen Dalam Negeri), dan pada tahun 1956 IBI diterima sebagai anggota ICM (International Confederation of Midwives). Hingga saat ini IBI tetap mempertahankan keanggotaan ini, dengan cara senantiasa berpartisipasi dalam kegiatan ICM yang dilaksanakan di berbagai negara baik pertemuan-pertemuan, lokakarya, pertemuan regional maupun kongres tingkat dunia dengan antara lain menyajikan pengalaman dan kegiatan IBI. IBI yang seluruh anggotanya terdiri dari wanita telah tergabung dengan Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) pada tahun 1951 hingga saat ini IBI tetap aktif mendukung program-program KOWANI bersama organisasi wanita lainnya dalam meningkatkan derajat kaum wanita Indonesia. Selain itu sesuai dengan Undang-Undang RI No.8 tahun 1985, tentang organisasi kemasyarakatan maka IBI dengan nomor 133 terdaftar sebagai salah satu Lembaga Sosial Masyarakat di Indonesia. Begitu juga dalam Komisi Nasional Kedudukan Wanita di Indonesia (KNKWI) atau National Commission on the Status of Women (NCSW). IBI merupakan salah satu anggota pendukungnya.
Pada kongres IBI yang kedelapan yang berlangsung di Bandung pada tahun 1982, terjadi perubahan nama Pengurus Besar IBI diganti menjadi Pengurus Pusat IBI, karena IBI telah memiliki 249 cabang yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia. Selain itu kongres juga mengukuhkan anggora pengurus Yayasan Buah Delima yang didirikan pada tanggal 27 Juli 1982. Yayasan ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota IBI, melalui pelaksanaan berbagai kegiatan.
Pada tahun 1985, untuk pertama kalinya IBI melangsungkan Kongres di luar pulau Jawa, yaitu di Kota Medan (Sumatera Utara) dan dalam kongres ini juga didahului dengan pertemuan ICM Regional Meeting Western Pacific yang dihadiri oleh anggota ICM dari Jepang, Australia, New Zealand, Philiphina, Malaysia, Brunei Darussalam dan Indonesia. Bulan September 2000 dilaksanakan ICM Asia Pacific Regional Meeting di Denpasar Bali. Pada tahun 1986 IBI secara organisatoris mendukung pelaksanaan pelayanan Keluarga Berencana oleh Bidan Praktek Swasta melalui BKKBN.
Gerak dan langkah Ikatan Bidan Indonesia di semua tingkatan dapat dikatakan semakin maju dan berkembang dengan baik. Sampai dengan tahun 2015 IBI telah memiliki 33 Pengurus Daerah, 497 Cabang IBI (di tingkat Kabupaten/Kodya) dan 2.946 Ranting IBI (di tingkat Kecamatan/unit Pendidikan/Unit Pelayanan). Jumlah anggota yang telah memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) 170.359, sedangkan jumlah bidan yang terdaftar di Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) ada 206.755 (MTKI, Oktober 2013).

PERKEMBANGAN JUMLAH ANGGOTA IBI TAHUN 1988 – 2015
NO. TAHUN JUMLAH ANGGOTA
1 1988 16.413
2 1990 25.397
3 1994 46.114
4 1995 54.080
5 1996 56.961
6 1997 57.032
7 1998 66.547
8 2003 68.772
9 2008 87.338
10 2013 141.148
11 2015 170.359

C. Sejarah Kebidanan di Luar Negeri

1. Sejarah Kebidanan di Belanda
a. Sejarah Singkat
Awal tahun 1970-an, angka persalinan di rumah berkisar 70%, dan pada masa ini pekerjaan tenaga bidan sangat berat dan pendapatannya rendah. Pada masa ini terdapat peraturan bahwa medis dan bidan harus mampu mengobservasi 15 persalinan selama pelatihan. Peraturan ini menimbulkan masalah, karena tidak mencukupinya jumlah persalinan yang ada di rumah sakit. Untuk mengatasinya, dibuatlah keputusan bagi bidan untuk mendapatkan akses ke rumah sakit dengan membawa ibu yang akan ditolong persalinannya. Situasi ini memberikan dampak yang menguntungkan bagi bidan, yaitu dapat meningkatkan statusnya serta pendapatannya. Akhir tahun 70-an, angka persalinan di rumah menurun drastis sampai dengan 35%.
Saat upacara kelulusan pada calon bidan, Prof. Kloosterman  berpidato mengenai ”5 menit menuju tengah malam” yang artinya bahwa bidan di Belanda harus mampu mempertahankan statusnya dengan cara :
a. Mengikuti komunitas Internasional tentang kesehatan kelahiran dengan metode hospitalisasi untuk kelahiran
b. Memilih mempertahankan sistem kebidanan
c. Memperkuat sistem skrening dari prenatal yang menjamin kekuatan otonomi dari bidan mandiri
Dari penyampaian pidato Prof. Kloosterman tersebut memberikan dampak yang besar bagi seluruh bidan dan menjadi inspirasi bagi bidan untuk menurunkan kelahiran di rumah. Bidan-bidan menjadi sadar, bahwa persentase kelahiran di rumah akan mempengaruhi seluruh sistem. Skrening yang berkesinambungan dan seleksi ibu hamil, serta bekerja dalam kelompok wanita sehat untuk mempertahankan status kesehatannya. Hal ini menyebabkan angka kelahiran tetap baik, bukan hanya karena penurunan persentase kelahiran di rumah saja tetapi didukung oleh skrening masalah pada wanita dan angka kejadian persalinan induksi dan operatif rendah. Inilah yang menjadi kekuatan dari sistem kebidanan Belanda dan membawa kebidanan menjadi populer.
Ditilik dari periodisasinya, tahun1980-an merupakan masa kebangkitan bidan di Belanda. Bidan menjadi sangat militan, karena harus mempertahankan persalinan di rumah. Bidan-bidan banyak menghasilkan buku-buku dan video pengajaran yang dipublikasikan. Bidan-bidan ingin mengubah image ”pekerja keras, yang tidak mampu meningkatkan mutu ketrampilan dan pendapatan, serta tidak melakukan penelitian yang perlu”. Bidan mulai merambah area politik untuk meningkatkan pendapatannya dan memperoleh pengakuan terhadap pelayanan yang diberikan. Masa ini, The Active Birth berpindah di United Kingdom (UK) dan Michel Odent membantu memberikan ide dan bekerjasama dengan bidan, sehingga bidan dapat menunjukkan aspirasinya. Salah satu aspirasi bidan adalah posisi menolong persalinan dari posisi tidur menjadi posisi duduk. Selain itu, diperlukan sebuah penelitian besar untuk mendukung praktek kebidanan. Selama ini, penelitian banyak dilakukan oleh dokter obstetri saja, karena 100% persalinan di rumah sakit. Umumnya penelitian yang dilakukan merujuk terhadap berbahayanya persalinan di rumah.
Tahun 1990-an, merupakan masa pencerahan bagi profesi bidan dan membawa cara berfikir yang baru. Penelitian menunjukkan bahwa kelahiran di rumah sakit sangat rendah kualitasnya, oleh karena kelahiran di rumah sakit menunjukkan angka kematian perinatal yang sangat tinggi. Data-data nasional menunjukkan fakta yang merupakan pengumpulan data selama 15 tahun terakhir yang tidak dapat dipungkiri badan pengawasan berupa komite dokter obstetri dan komite bidan. Pada masa ini, kelahiran di rumah sakit mengalami penghentian. Di tahun 1990-an ini juga, angka persalinan di rumah meningkat kembali, tetapi persalinan yang ditolong oleh bidan mengalami penurunan. Penurunan pertolongan kelahiran oleh bidan mendapatkan kompetisi dengan dokter umum (general practisionaire). Pertolongan persalinan di rumah yang ditolong oleh dokter umum sekitar 17-19%, sedangkan persalinan yang ditolong bidan pada awal 1990-an hanya sekitar 6%. Keuntungan bagi para bidan, saat ini pemerintah lebih mendukung pelayanan yang diberikan oleh bidan dibandingkan pelayanan yang diberikan dokter umum. Hal ini tampak pada pemberian pendapatan yang lebih tinggi pada bidan yang melakukan pelayanan dibandingkan kepada dokter umum, dan adanya kebijakan bila dr.umum melakukan pertolongan sendiri maka jasanya akan dibayar penuh oleh ibu ( tidak ditanggung oleh pemerintah). Dampak keputusan pemerintah ini menyebabkan peningkatan pertolongan persalinan di rumah oleh bidan. Tahun 1943, pengakuan dikeluarkan pemerintah untuk mendukung bidan dan peraturan yang ditetapkan sejak tahun ini menjamin masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan yang terjamin baik.
Bidan di Belanda 75% bekerja secara mandiri, karena kebidanan adalah profesi yang mendiri dan aktif. Sehubungan dengan hal tersebut bidan harus menjadirole model dimasyarakat dan harus menganggap kehamilan adalah sesuatu yang normal sehingga apabila seorang wanita merasa dirinya hamil dia dapat langsung memeriksakan diri ke bidan.

b. Bentuk-bentuk Pelayanan Bidan di Belanda
Berikut adalah beberapa bentuk pelayanan kebidanan di Belanda:
Pelayanan Antenatal, Bidan menurut peraturan Belanda lebih berhak praktek mandiri daripada perawat. Bidan mempunyai izin resmi untuk praktek dan menyediakan layanan kepada wanita dengan resiko rendah, meliputi antenatal, intrapratum dan post natal. Tanpa ahli kandungan yang menyertai mereka bekerja di bawah Lembaga Audit Kesehatan. Bidan harus merujuk wanita dengan resiko tinggi atau kasus patologi ke Ahli Kebidanan untuk dirawat dengan baik.Untuk memperbaiki pelayanan kebidanan dan ahli kebidanandan untuk meningkatkan kerjasama antar bidan dan ahli kebidanan dibentuklah daftar indikasi oleh kelompok kecil yang berhubungan dengan pelayanan maternal di Belanda. Daftar ini berisi riwayat sebelum dan sesudah pengobatan. Riwayat kebidanan akan berguna dalam pelayanan kebidanan. Penelitian Woremever menghasilkan data tentang mortalitas dan mobilitas yang menjamin kesimpulan : dengan sistem pelayanan yang diterapkan Belanda memungkinkan mendapatkan hasil yang memuaskan melalui seleksi wanita. Suksesnya penggunaan daftar indikasi merupakan dasar yang penting mengapa persalinan di rumah disediakan dan menjadi alternatif  karena wanita dengan resiko tinggi dapat diidentifikasi dan kemudian dirujuk ke Ahli Kebidanan.
Selama kehamilan bidan menjumpai wanita hamil 10-14 kali di klinik bidan. Sasaran utama praktek bidan adalah pelayanan komunitas. Jika tidak ada masalah, wanita diberi pilihan untuk melahirkan di rumah atau di rumah sakit. Karena pelayanan antenatal yang hati-hati sehingga kelahiran di rumah sama amannya dengan kelahiran di rumah sakit. Tahun 1969 pemerintah Belanda menetapkan bahwa melahirkan di rumah harus dipromosikan sebagai alternatif persalinan. Di Amsterdam 43% kelahiran (catatan bidan dan Ahli Kebidanan) terjadi di rumah. Di Holland, diakui bahwa rumah adalah tempat yang aman untuk melahirkan selama semuanya normal.
Pelayanan Intrapartum dimulai dari waktu bidan dipanggil sampai satu jam setelah lahirnya plasenta dan membrannya. Bidan mempunyai kemampuan untuk melakukan episiotomi tapi tidak diizinkan menggunakan alat kedokteran. Baisanya bidan menjahit luka perineum atau episiotomi, untuk luka yang parah dirujuk ke Ahli Kebidanan. Syntomentrin dan Ergometrin diberikan jika ada indikasi. Kebanyakan kala III dibiarkan sesuai fisiologinya. Analgesik tidak digunakan dalam persalinan.

Pelayanan Post partum, di Kebidanan Belanda, pelayanan post natal dimulai setelah.
Pada tahun 1988, persalinan di negara Belanda 80% telah ditolong oleh bidan, hanya 20% persalinan di RS. Pelayanan kebidanan dilakukan pada community – normal, bidan sudah mempunyai indefendensi yuang jelas. Kondisi kesehatan ibu dan anak pun semakin baik, bidan mempunyai tanggung jawab yakni melindungi dan memfasilitasi proses alami, menyeleksi kapan wanitya perlu intervensi, yang menghindari teknologi dan pertolongan dokter yang tidak penting. 

2. Sejarah Kebidanan di Swiss
Operasi SC pertama kali berhasil pada waita hidup pada tahun 1500, ketika dokter hewan swiss Jacob Nuter melakukan operasi untuk melahirkan anak mereka dan istrinya dapat bertahan hidup sampai usia 77 tahun. bidan di swiss sudah ada pada abab ke 16.


D. Peraturan Perundang-undangan tentang Kebidanan menurut Kementrian Kesehatan.


UNDANG-UNDANG TENTANG KEBIDANAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 

1. Kebidanan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada perempuan sepanjang siklus reproduksi dan setelah menopouse, bayi, anak usia kurang dari 5 (lima) tahun dan keluarga dengan pengetahuan yang tinggi dan keterampilan, serta penuh kasih secara berkesinambungan. 
2. Pelayanan Kebidanan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Bidan secara mandiri, kolaborasi, dan/atau rujukan. 
3. Bidan adalah seorang perempuan yang telah menyelesaikan program pendidikan kebidanan baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang diakui secara sah oleh pemerintah pusat dan telah memenuhi persyaratan untuk melakukan praktik kebidanan. 
4. Praktik Kebidanan adalah kegiatan pemberian pelayanan yang dilakukan oleh Bidan dalam bentuk asuhan kebidanan. 
5. Asuhan Kebidanan adalah rangkaian Pelayanan Kebidanan yang didasarkan pada proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh Bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. 
6. Kompetensi Bidan adalah kemampuan yang dimiliki oleh Bidan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk memberikan Pelayanan Kebidanan. 
7. Uji Kompetensi adalah suatu proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan sikap Bidan sesuai dengan standar profesinya. 
8. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap Kompetensi Bidan yang telah lulus Uji Kompetensi untuk melakukan Praktik Kebidanan.
9. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan Praktik Kebidanan yang diperoleh lulusan pendidikan profesi. 
10. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Bidan yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 3 kualifikasi tertentu lain serta mempunyai pengakuan secara hukum untuk menjalankan Praktik Kebidanan. 
11. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh konsil kebidanan kepada Bidan yang telah diregistrasi. 
12. Surat Izin Praktik Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Bidan sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan Praktik Kebidanan. 
13. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang pelayanannya dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. 
14. Bidan Warga Negara Asing adalah Bidan yang bukan berstatus Warga Negara Indonesia. 
15. Klien adalah perseorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang menggunakan jasa Pelayanan Kebidanan. 16. Organisasi Profesi adalah wadah yang menghimpun Bidan secara nasional dan berbadan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
16. Konsil Kebidanan adalah lembaga yang melakukan tugas secara independen. 
17. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 
18. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 
19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. 

Pasal 2 Penyelenggaraan kebidanan berdasarkan atas asas:

a. perikemanusiaan;
b. nilai ilmiah; 
c. etika dan profesionalitas; 
d. manfaat; 
e. keadilan; 
f. pelindungan; dan 
g. kesehatan dan keselamatan Klien. 


Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 4 Pasal 3 Pengaturan penyelenggaraan kebidanan bertujuan: 
a. meningkatkan mutu Bidan; 
b. meningkatkan mutu Pelayanan Kebidanan; 
c. memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada Bidan dan Klien; dan 
d. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Pasal 4

1. Untuk menjadi bidan harus mengikuti pendidikan kebidanan.
2. Pendidikan kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. pendidikan vokasi; 
b. pendidikan akademik; dan 
c. pendidikan profesi. 
3. Pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan program diploma kebidanan dan paling rendah program diploma tiga kebidanan. 
4. Pendidikan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas: 
a. program sarjana Kebidanan; 
b. program magister Kebidanan; dan 
c. program doktor Kebidanan. 
5. Pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilaksanakan setelah lulus pendidikan akademik program sarjana kebidanan. 
6. Penyelenggaraan pendidikan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Pasal 5

1) Lulusan pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a disebut Bidan vokasi. 
2) Bidan vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang akan menjadi Bidan profesi harus melanjutkan pendidikan pada program sarjana Kebidanan atau melalui penyetaraan. 

Pasal 6

1) Lulusan pendidikan akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b mendapat gelar akademik sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan. Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 5 
2) Lulusan pendidikan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang akan menjadi Bidan profesi harus melanjutkan pendidikan profesi. 

Pasal 7

Lulusan pendidikan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c disebut Bidan profesi. 

Pasal 8

1) Sebelum menjadi Bidan vokasi atau Bidan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7, mahasiswa kebidanan pada akhir masa pendidikan vokasi atau pendidikan profesi harus mengikuti Uji Kompetensi yang bersifat nasional. 
2) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan syarat kelulusan mahasiswa pendidikan vokasi kebidanan dan mahasiswa pendidikan profesi kebidanan. 

Pasal 9

1) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan Organisasi Profesi, lembaga pelatihan tenaga kesehatan, atau lembaga sertifikasi profesi tenaga kesehatan yang terakreditasi. 
2) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk mencapai standar kompetensi lulusan Kebidanan yang memenuhi standar kompetensi kerja. 

Pasal 10

1) Standar kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) disusun oleh Organisasi Profesi dan Konsil Kebidanan. 
2) Standar kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. 

Pasal 11

1) Mahasiswa pendidikan vokasi kebidanan yang lulus Uji Kompetensi memperoleh Sertifikat Kompetensi yang diterbitkan oleh perguruan tinggi. 
2) Mahasiswa pendidikan profesi kebidanan yang lulus Uji Kompetensi memperoleh Sertifikat Profesi yang diterbitkan oleh perguruan tinggi. Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 6 Pasal 12 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Uji Kompetensi diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi.


PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2014
TENTANG
PELAYANAN KESEHATAN NEONATAL ESENSIAL

Menimbang : Bahwa untuk menurunkan angka kematian neonatal dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor  25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak perlu ditetapkan peraturan menteri kesehatan tentang Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial.
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ( Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5063);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1012 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5291);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 741);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak (Berita Negara Republik Indonesia  Tahun 2013 Nomor 825);



Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PELAYANAN 
KESEHATAN NEONATAL ESENSIAL.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Anak adalah seseorang yang sampai berusia 18 Tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
2. Bayi Baru lahir adalah bayi umur 0 sampai dengan 28 hari
3. Upaya Kesehatan Anak adalah setiap dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan anak dalam bentuk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat.
4. Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu neftokuinon yang berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang berperan dalam pembekuan darah, seperti beberapa protein lain seperti protein Z dan M yang belum banyak diketahui peranannya dalam pembekuan darah.
5. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah, Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.
7. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kesehatan.

Pasal 2

1. Pelayanan Kesehatan Neonatal esensial bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan pada bayi, terutama dalam 24 jam pertama kehidupan
2. Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial sebagaimana dimaksud pada ayat(1) merupakan bagian dari pelayanan kesehatan anak yang dilakukan secara komprehensif dengan pendekatan pemeliharaan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan penyakit (rehabilitatif)
3. Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial sebagaimana dimaksud pada ayat(1) harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kopeten dengan melibatkan keluarga dan masyarakat.

Pasal 3

1. Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial dilakukan terhadap Bayi Baru  Lahir.
2. Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial sebagaimana ayat(1) meliputi tatalaksana Bayi Baru Lahir :
a. Pada saat lahir 0 (nol) sampai 6 (enam) jam; dan
b. Setelah lahir 6 (enam) jam sampai 28 (dua puluh delapan) hari.

Pasal 4

1. Pelayanan neonatal esensial 0 (nol) sampai 6 (enam) jam sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) huruf a dilaksanakan dalam ruang yang sama dengan ibunya atau rawat gabung.
2. Pelayanan neonatal esensial 0 (nol) sampai 6 (enam) jam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Menjaga Bayi tetap hangat
b. Inisiasi menyusu dini
c. Pemotongan dan perawatan tali pusat
d. Pemberian suntikan vitamin K1;
e. Pemberian salep mata antibiotic;
f. Pemberian imunisasi hepatitis B0;
g. Pemeriksaan fisik Bayi Baru Lahir
h. Pemantauan tanda bahaya
i. Penanganan asfiksia Bayi Baru Lahir
j. Pemberian tanda identitas diri; dan
k. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil, tepat waktu ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu

Pasal 5

1. Pelayanan neonatal esensial yang dilakukan setelah halir 6 (enam) jam sampai 28 (dua puluh delapan) hari sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) huruf  b meliputi :
A. Menjaga Bayi tetap hangat;
B. Perawatan tali puat;
C. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
D. Perawatan dengan metode kanguru pada bayi berat lahir rendah;
E. Pemeriksaan statusvitamin K1 profilaksis dan imunisasi;
F. Penanganan Bayi Baru Lahir sakit dan kelainan bawaan; dan
G. Merujuk kasus yang tidak dapat ditanganin dalam kondisi stabil, tepat waktu ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
2. Pelayanan neonatal esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 3 (tiga) kali kunjungan , yang meliputi:
a. 1 (satu) kali pada umur 6-48 jam;
b. 1 (satu) kali pada umur 3-7 hari; dan
c. 1 (satu) kali pada umur 8-28 hari.

Pasal 6

1. Pemberian vitamin K1 sebgaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d bertujuan mencegah perdarahan Bayi Baru Lahir akibat defisiensi vitamin K.
2. Pemberian injeksi vitamin K1 dan imunisasi sebagaimana dimaksud ayat(1) dapat dilaksanakan pada saat kunjungan neonatal pertama (KN1) apabila persalinan ditolong oleh bukan tenaga kesehatan.
3. Dalam hal saat pemeriksaan status vitamin K1 profilaksis dan imunisasi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) belum diberikan, tenaga kesehatan yang melakukan pemeriksaan wajib memberikan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian injeksi vitamin K1 pada bayi baru lahir terdapat dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan Menteri ini.

Pasal 7

1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan neonatal harus melakukan pencatatan dan dan pelaporan sesuai dengan standar.
2. Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Instrument pencatatan;
b. Instrument pelaporan; dan
c. Pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu dan anak.
3. Dalam hal pelayanan kesehatan neonatal esensial dilakukan oleh puskesmas, pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa kompilasi atas semua pelayanan kesehatan anak yang diberikan.

Pasal 8

1. Instrument pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a terdiri atas :
a. Rekam medis, yang meliputi patograf, formulir bayi baru lahir, dan formulir pencatatan bayi muda;
b. Instrument pencatatan puskesmas, yang meliputi registrasi kohort ibu dan registrasi kohort bayi; dan
c. Instrument pencatatan untuk keluarga berupa buku KIA.
2. Instrument pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b terdiri atas laoran:
a. laporan bulanan; dan
b. Laporan kematian
3. Pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu dan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat(2) huruf c merupakan alat manajemen untuk melakukan pemantauan program kesehatan ibu dan anak di suatu wilayah kerja secara terus-menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat.
4. Program KIA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, iu dengan komplikasi kebidanan keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi,bayi, dan balita.

Pasal 9

Ketentuan lebih lanjut mengenai Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial
Terdalat dalam Lampiran 1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 10

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan materi ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS JABATAN FUNGSIONAL BIDAN DAN ANGKA KREDITNYA

BAB 1
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Bidan adalah Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang. Untuk melaksanakan pekerjaan pelayanan kebidanan yang diduduki oleh PNS dengan hal dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat yang berwenang.
2. Pelayanan kebidanan adalah pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu dalam kurun waktu masa reproduksi, bayi baru lahir,bayi dan balita.
3. Sarana pelayanan kebidanan adalah sarana pelayanan yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kebidanan yang meliputi Rumah Sakit, Rumah Bersalin, Puskesmas, Klinik KIA, Polindes/Poskesdes dan Praktik Bidan Perorangan.
4. Tim Penilai Angka Kredit adalah tim penilai yang dibentuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan bertugas menilai prestasi kerja Bidan.
5. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh seorang Bidan dalam rangka pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya.
6. Pemberhentian adalah pemberhentian dari jabatan fungsional Bidan bukan pemberhentian sebagai Pegawai Negri Sipil.
7. Pimpinan Unit Kerja adalah pejabat yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak oleh pejabatyang berwenang untuk memimpin suatu unit kerja sebagai bagian dari organisasi yang ada.
8. Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) adalah formulir yang berisi keterangan perorangan Bidan dan butir kegiatan yang dinilai dan harus diisi oleh Bidan dalam rangka penetapan angka kredit.
9. Penetapan Angka Kredit (PAK) adalah formulir yang berisi keterangan perorangan Bidan dan suatu nilai dari hasil penilaian butir kegiatan dan atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang telah dicapai oleh Bidan yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwewenang menetapkan angkat kredit.
10. Tim Penilai Departemen adalah tim yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan atau pejabat eselon I yang ditunjuk untuk membantu Menteri Kesehatan dalam menetapkan angka kredit bagi Bidan Utama berada di lingkungan Departemen kesehatan dan instansi di luar Departemen Kesehatan.
11. Tim Penilai Unit Kerja (Direktorat Jenderal) adalah tim yang dibentuk oleh Direktur Jendral Bina Pelayan Medik Departemen Kesehatan atau pejabat eselon II yang ditunjuk untuk membantu direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan dalam menetapkan angka kredit bagi Bidan Pertama sampai dengan Bidan Madya yang berada di lingkungan Departemen Kesehatan.
12. Tim Penilai Provinsi adalah tim yang dibentuk oleh Kepala dinas kesehatan Provinsi untuk membantu Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dalam menetapkan angka kredit bagi Bidan pelaksana pemula sampai dengan bidan Pertama sampai dengan Bidan Madya yang bekerja pada sarana pelayanan di lingkungan provinsi.
13. Tim Penilai kab/kota adalah tim yang dibentuk oleh Kepala Dinas kesehatan Kabupaten/kota untuk membantu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dalam menetapkan angka kredit bagi Bidan terampil mulai dari Bidan Pelaksana pemula sampai dengan Bidan Penyelia dan Bidan ahli mulai dan Bidan pertama sampai dengan Bidan Madya yang bekerja pada sarana kesehatan di lingkungan Kabupaten/kota.
14. Tim Penilai Instansi (Unit kerja sarana pelayanan kesehatan) adalah tim yang dibentuk oleh pimpinan Unit kerja sarana pelayanan kesehatan instansi Pusat (serendah-rendahnya eselon III) di luar Departemen Kesehatan untuk membantu pimpinan unit kerja sarana pelayanan instansi pusat di luar Departemen Kesehatan dalam menetapkan angka kredit bagi Bidan Terampil mulai dari Bidan pelaksana pemula sampai dengan Bidan penyelia dan Bidan ahli mulai dari Bidan Pertama sampai dengan Bidan Madya yang bekerja pada unit kerja sarana pelayanan kesehatan masing-masing.
15. Seketariat Tim Penilai adalah secretariat yang dibentuk untuk membantu tim peilai Departemen, tim penilai provinsi, tim penilai Kabupaten/kota dan tim penilai instansi dalam melakukan penilaian angka kredit Bidan.
16. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri Kesehatan.
17. Pejabat Pembina Kepegawaian Provinsi adalah Gubernur. Pejabat Pembina kepegawaian kabupaten/kotaadalah Bupati/Walikota
18. Pangkat adalah kedudukan yang menunjukan tingkat seseorang pegawai negeri sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian.
19. Kenaikan pangat adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian pegawai negeri sipil terhadap Negara.
20. pendidikan adalah segala program pendidikan yang berhubungan dengan fungsi tenaga kesehatan, sehingga didapatkan peningkatan ilmu pengetahuan dan/atau keterampilan dan/atau perbaikan sikap dan perilaku yang berguna dalam peningkata mutu pelaksana pelayanan.
21. Pengembangan profesi adalah pengembangan pengetahuan, keahlian, dan bakat yang bermanfaat bagi profesi tenaga kebidanan dalam melaksanakan tugas.
22. Penulis utama adalah seseorang yang memprakarsai penulisan, pemilik ide tentang hal yang akan ditulis, pembuat outline, penyusunan konsep serta pembuat konsep akhir dari penulisan tersebut, sehingga nama yang bersangkutan tertera pada urutan pertama atau dinyatakan secara jelas sebagai penulis utama.
23. Penulis pembantu adalah seseorang yang memberikan bantuan kepada penulisutama dalam hal mengumpulkan data, mengolah data, menyempurnakan konsep/penambahan materi, dan penunjang.
24. Karya ilmiah adalah karya tulis yang disusun baik kelompok maupun perorangan yang membahas suatu pokok bahasan dengan menuangkan gagasan-gagasan tertentu melalui identifikasi dan deskripsi permasalahan, analisa permasalahan dan saran-saran pemecahannya.
25. Karya tulis adalah suatu karya tulisan yang membahas tentang suatu pokok bahasan yang merupakan hasil penelitian/survey/evaluasi kebijakan di Bidang kebidanan.
26. Makalah berupa penelitian adalah suatu karya tulis yang disusun oleh seseorang atau tim yang membahas suatu pokok persoalan yang merupakan penelitian ilmiah tentang kebidanan.
27. Makalah berupa tinjauan/ulasan ilmiah kesehatan adalah suatu karya tulis yang berdasarkan kaidah ilmu disusun oleh seseorang atau tim yang membahas suatu pokok persoalan berdasarkan kaidah-kaidah ilmu kesehatan/kebidanan.
28. Pertemuan ilmiah adalah pertemuan yang dilaksanakan untuk membahas suatu masalah yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi
29. Saduran adalah naskah yang disusun berdasarkan tulisan orang lain yang telah diubah dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlaku tanpa menghilangkan atau merubah gagasa penulis asli.
30. Terjemhan adalah naskah yang berasal dari yulisan orang lain yang dialih bahasakan kedalam bahasa lain.
31. Penemuan teknologi tepat gunabidang kebidanan adalah pengembangan teknologi yang menggunakan sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah yang ada secara berdaya guna dan berhasil guna.
32. Tanda jasa adalah tanda kehormatan yang diberikan oleh pemerintah Republik Indonesia, Negara Asing atau organisasi ilmiah Nasional/Internasional yang mempunyai reputasi baik dikalangan masyarakat ilmiah.
33. Kegiatan penunjang tugas bidan adalah kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kebidanan dalam rangka memperlancar pelaksanaan kegiatan pelayanan kebidanan dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan Bidang Kebidanan.
34. Seminar dalam bidang kebidanan adalah merupakan satu metode belajar dimana para peserta dilatih saling bekerja sama dengan berfikir dan berpendapat untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi sehingga tercapai suatu kesimpulan pendapat bersama.
35. Lokakarya dibidang kebidanan adalah suatu pertemuan ilmiah sebagai wakil Negara dalam rangka pengembangan atau saling tukar informasi ilmu pengetahuan yang diselenggarakan disuatu Negara tertentu dan diikuti oleh beberapa Negara.
36. Menjadi delegasi ilmiah adalah mengikuti pertemuan ilmiah sebagai wakil Negara dalam rangka pengembangan atau saling tukar informasi ilmu pengetahuan yang diselenggarakan di suatu Negara tertentu dan diikuti oleh beberapa Negara.
37. Mendapat tambahan gelar sarjana/keahlian setingkat dan relevan dengan bidangnya adalah gelar sarjana/keahlian dalam bidang kesehatan yang meliputi keshatan masyarakat, pendidikan kesehatan, manajemen kesehatan, administrasi kesehatan, perencanaan kesehatan dan kejuruan yang dapat diterapkan dalam bidang kesehatan.
38. Organisasi profesi adalah organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada disiplin ilmu pengetahuan di bidang kebidanan.
39. Unit Pelaksana Teknis (UPT) adalah unit organisasi di lingkungan departemen kesehatan yang melaksanakan tugas teknis operasional dan atau tugas teknis penunjang.
40. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) adalah unit organisasi di lingkungan Dinas Kesehatan yang melaksanakan tugas teknis operasional dan atau tugas teknis penunjang Dinas Kesehatan.
41. Lembaga Teknis Daerah (LTD) adalah unsur penunjang Pemerintah Daerah yang melaksanakan tugas tertentu yang karena sifatnya tidak tercakup oleh secretariat daerah dan dinas daerah.
42. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) adalah unit organisasi di lingkungan Departemen Keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan penerimaan dan pengeluaran Negara secara giral.

BAB II
RUANG LINGKUP PETUNJUK TEKNIS JABATAN FUNGSIONAL BIDAN

Pasal 2
Ruang lingkup Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Bidan dan Angka Kreditnya ini terdiri dari tugas pokok Bidan, Jenjang jabatan/pangkat, rincian kegiatan, unsur kegiatan, tim penilai tata cara pembinaan jabatan fungsional Bidan, tata kerja dan tata cara penilaian, perhitungan dan penetapan angka kredit, serta formulir-formulir dan cara pengisiannya.

BAB III
TUGAS POKOK DAN JENJANG JABATAN/PANGKAT DAN RINCIAN KEGIATAN BIDAN

Pasal 3
Tugas pokok Bidan adalah melaksanakan pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi perempuan, pelayanan keluarga berencana, pelayanan kesehatan ibu dan anak serta pelayanan kesehatan masyarakat.

Pasal 4
1. Jabatan Bidan terdiri atas Bidan tingkat Terampil dan Bidan tingkat Ahli.
2. Jenjang jabatan dan perangkat Bidan tingkat terampil dan Bidan tingkat Ahli 

Pasal 5
1. Rincian Kegiatan Bidan tingat terampil sebagai berikut :
A. Bidan pelaksana Pemula
1. Mempersiapkan pelayanan kebidanan;
2. Melaksanakan anamnesa klien/persiapan pada kasus patologis kegawatdaruratan kebidanan
3. Melaksanakan pemeriksaan fisik klien/pasien pada kegawatdaruratan kebidanan
4. Pengambilan/penyediaan bahan laboratrium dengan melakukan pengambilan sediaan/bahan laboratorium dengan melakukan pengambilan urine;
5. Melakukan pemeriksaan urine;
6. Melakukan pemeriksaan urine reduksi;
7. Membuat diagnose kebidanan sesuai dengan hasil pengkajian pada kasus patologis kegawatdaruratan kebidanan;
8. Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lain pada kasus kegawatdaruratan kebidanan;
9. Menyusun rencana operasional asuhan kebidanan pada kasus kegawatdaruratan kebidanan;
10. Melakukan persiapan pelayanan asuhankebidanan pada kasus kegawatdaruratan kebidanan;
11. Mempersiapkan alat dan obat pada kasus kegawatdaruratkan kebidanan;
12. Mempersiapkan tindakan operatif ginekologi dan obstetric pada kasus sederhama;
13. Melaksanakan asuhan kebidanan pada klien/pasien kasus fisiologis tanpa masalah pada ibu hamil, ibu nifas, bayi baru lahir, KB sederhana, hormonal oral dan suntik;
14. Melaksanakan asuhan kebidanan pada klien/pasien pada kasus kegawatdaruratan kebidanan;
15. Melakukan KIE klien/pasien secara individu;
16. Melakukan konseling pada klien/pasien pada kasus kegawatdaruratan kebidanan;
17. Melakukan rujukan klien/pasien pada kausu fisiologis;
18. Melaksanakan evaluasi asuhan kebidanan klien/pasien pada kasus kegawatdaruratan kebidanan;
19. Melakukan dokumentasi pada asuhan kebidanan pada kasus kegawatdaruratan kebidanan;
20. Melakukan tugas jaga/shif di tempat/Rumah Sakit;
21. Melaksanakan tugas jaga/shif on call;
22. Melaksanakan tugas jaga/shif sepi pasien;
23. Melaksanakan tugas pada daerah konflik/rawan/ daerah penyakit menular;
24. Melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat dengan membuat kantong persalinan.





BAB III 
PENUTUP


a. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa organisasi bidan tertua adalah ICM (International Confederation of Midwives) sejak 1919 yang juga merupakan organisasi bidan Internasional dan IBI (Ikatan Bidan Indonesia) merupakan organisasi bidan yang ada di Indonesia sejak 1951. Dan juga kita dapat mengetahui tentang sejarah kebidanan yang ada di Indonesia maupun luar negeri, kita dapat jadikan pembading antara pelayanan kebidanan di luar negeri dengan di Indonesia. Perkembangan kebidanan telah mengalami kemajuan dan mendapatkan pengakuan di setiap negara serta didukung oleh masyarakat. Dengan adanya kemajuan tersebut, seorang bidan dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang ditindaklanjuti dengan mendirikan jejang pendidikan yang lebih tinggi dan kita dapat mengetahui apa saja peraturan-peraturan kebidanan yang sudah di buat oleh pemerintah.

b. Saran
Pemerintah harus meningakatkan kualitas bidan indonesia dan harus memperhatikan nasib bidan di Indonesia, serta menyediakan lapangan kerja lebih luas lagi untuk bidan. Dan sebagai seorang bidan harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat terutama wanita dan anak-anak.









DAFTAR PUSTAKA

Mufdlilah, dkk. 2012. Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Purwandari, Atik. 2006. Konsep Kebidanan: Sejarah dan Profesionalisme.
Jakarta: EGC
Walyani, Elisabeth Siwi dan Th.Endang Purwoastuti. 2014. Konsep kebidanan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
http://ibi.or.id
http://www.depkes.go.id/
http://www.internationalmidwives.org/who-we-are/history/

1 komentar:

  1. 5 Best Live Dealer Casinos in Nigeria
    5 Best Live Dealer Casinos in Nigeria · 1. Slots Betswers Online · 온카지노 2. 인카지노 Live 메리트 카지노 쿠폰 Dealer Games · 3. Mobile-Friendly · 4. Live Dealer Games · 5. Mobile-Friendly · 6. Live

    BalasHapus